Sunday, July 6, 2008

Tangisan dakwah melalui seni

Ana terjumpa satu puisi yang sangat indah dari blog seorang ex-student sekolah hira' yang sangat menarik untuk dikongsi bersama.Ia dicipta oleh penyair terkenal bernama Muhammad Iqbal dari Pakistan. Ramai ulama' haraki memetik puisi beliau untuk dimasukkan dalam buku karangan mereka, diantaranya adalah Muhammad Ahmad Ar-Rasyid sendiri.Marilah kita hayati kemanisannya.

(Buat musafir, terima kasih)

Wahai kau yang lahir di bumi seindah mawar
Yang lahir dari rahim peribadi
Jangan ingkar akan peribadimu!
Berpeganglah padanya!

Jadilah setitik air dan reguk samudra ini!
Sang peribadi yang berkilauan itulah sifatmu
Perteguh peribadimu dan kau kekal selamanya
Banyak manfaat yang akan kau dapat
Kau punya wujud, tapi takutkah kau jika tak berwujud?
Wahai yang tolol, luruskan pengertianmu
Sebab aku mengetahui harmonisasi hidup
Maka akan kusingkapkan rahasia kepadamu
Tentang kehidupan:
Gali dirimu jadi mutiara
Dari khalwat batinmu lahirkan dirimu
Di bawah asap dan abu bara mengumpul
Bernyalaan menyilau mata.
Pergilah, bakar rumah bencana
Kelilingi diri jadi nyala api penuh gerak!
Apakah artinya hidup jika tak mampu melepas diri
Dari orang lain
Dan anggap dirimu sebagai Ka’bah?
Rentang sayapmu dan bebas dari gaya tarik bumi
Seperti burung-burung jangan mau jatuh
Tapi, kalau kau bukan burung
Jangan membangun sangkar di atas gua
Kau akan bijaksana.

Wahai kau pencari ilmu
Kusampaikan bagimu pesan Rumi:
“Jika ilmu sebatas kulit, dia jadi ular
Jika ilmu meresap sampai ke hati, dia jadi sahabat.”
Pernahkah kau dengar tentang seseorang ahli di Rum
Mengajarkan filsafat di Aleppo?
Dia terburu-buru mengatakan bukti-bukti pengetahuan
Dari pikiran yang terombang-ambing di kegelapan laut badai
Dikupasnya skeptisisme dan neoplatonisme
Dihubungkannya dengan metafisika
Dijabarkannya soal-soal peripatetika
Cahaya akalnya menerangi segala yang gelap
Tumpukan buku terhampar di sekeliling dirinya
Di bibirnya tergantung kunci seluruh rahasia
Shams-i Tabriz seorang sufi pengelana
diajak Baba Kamaluddin Yundi
Menjumpai Rumi untuk memberikan pandangannya
Tapi, Rumi dengan suara langtang berkata kepadanya:
“Apa faedahnya semua omong kosong dan bualan itu?
Apa gunanya qias, waham serta istilah itu?”
“Sabar dulu, tolol!” sahut sang Sufi.

“Janganlah engkau remehkan
Pengetahuan seorang terpelajar sejati.
Keluarlah kau dari kuliah ini!
Ini adalah keterangan dan percakapan
Tak ada kaitannya dengan dirimu
Uraianku di luar batas akal-pikiranmu-
Kau tak akan faham.”
Namun, diam-diam perkataan Rumi membekas di sanubarinya
Jadi api dalam sekam dalam jiwanya
Api rohaniyah membakar tumpukan lalang akali
Dan dia bakar seluruh buku filsafatnya
Karena selama ini dirinya jauh dari mukjizat Sang Cinta
Dan buta akan cinta kasih.

Maka, jangan kau campak ilmu ketuhanan ke belakangmu
Jangan kau jual agama demi sepotong roti
Bagi kau yang tergila mencari barang murahan
Tak kau sadar kegelapan matamu
Carilah inti kehidupan dari mata pedang sendiri
Peliharalah kemurnian Islam
Tapi jangan kau cari nyala cinta dari ilmu yang lain
Jangan reguk fitrah hakiki dari piala sang kafir
Lama aku terbentur ke sana ke mari
Mempelajari rahasia ilmu baru:
Penjaga tamannya membujuk diriku
membelai bunga-bunganya
Sekuntum tulip mengingatkan diriku
Jangan cium bunga-bunga itu
Mawar kertas dengan wewangian palsu
Karen ataman itu tak dapat memusnahkan diriku
Maka, aku bersarang di pohon Syurgaku sendiri
-Ilmu moden adalah kebutaan yang akbar!
Memuja patung, menjual arca dan membangun kuil
Sembari kita terikat dalam penjara fenomena
Tak sanggup dilampauinya batas nyata ini
Akan terjatuh dia tatkala meniti jembatan kehidupan ini
Seperti mengiris leher sendiri
Meski ada padanya nyala, namun dingin dia rasakan
Fitrahnya tak tersentuh nyala cinta
Jangan salah ukur kau pada lagu orang lain
Wahai, yang mengemis seiris kerak dari meja orang
Apakah akan kau cari bagianmu di warung orang lain?

Kita yang menjaga benteng Islam
Akan jadi kafir sebab mengabaikan panggilan Islam.


Muhammad Iqbal
Pakistan